Amalan Baik yang Sia-sia

KUPAS.com; Amalan Baik yang Sia-sia. Dalam OASE Menjelang Ramadhan ini, kami mencoba memberikan motivasi dan juga perenungan diri, agar supaya apa yang kita lakukan sesuai dengan yang Allah perintahkan. Abu Hurairah berkata: Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, ‘Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab, ‘Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’

Allah berkata, ‘Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka.

Selanjutnya Rasulullah SAW melanjutkan sabdanya, “Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al-Qur-an. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya, ‘Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab, ‘Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya serta aku membaca al-Qur-an hanyalah karena Engkau.’ Allah berkata, ‘Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau membaca al-Qur-an supaya dikatakan seorang qari’ (pembaca al-Qur-an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’

Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka. Rasulullah SAW menceritakan orang selanjutnya yang pertama kali masuk neraka, “Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya, ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Dia menjawab, ‘Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’

Allah berkata, ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka’,” (Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim, dan derajadnya Shohih).

Itulah gambaran tiga kelompok manusia yang paling depan dalam memperjuangkan agama namun justru yang pertama masuk ke dalam neraka. Ternyata yang menjadi tolak ukur diterima atau ditolaknya suatu amalan adalah ikhlas. Sedangkan ikhlas letaknya ada di hati. Hati adalah sesuatu yang tidak tampak namun justru menjadi barometer penentu penilaian Allah SWT terhadap manusia. Tidak ada satupun manusia yang mampu melihat isi hati manusia lainnya. Hanya si pemilik hati juga Allah saja yang tahu. Lantas bagaimana cara mengukur keikhlasan dalam diri kita? Ketika dalam beramal ada atau tidak ada orang lain ia tetap sama, ada atau tanpa pujian ia tetap berbuat baik.

Orang-orang yang ikhlas akan senantiasa menyibukkan dirinya dalam mengharapkan ridha Allah. Takut jika amalannya tidak diterima. Sedangkan orang yang tidak ikhlas cenderung melakukan amalam kebaikan demi mendapatkan pujian dari manusia. Ia akan giat beramal ketika dilihat oleh orang lain dan kecewa saat perbuatan baiknya tidak dianggap.

Memberi Manfaat Menebar Kebaikan
Memberi Manfaat Menebar Kebaikan

Saat ini kita hidup di era digital. Tidak jarang kita memamerkan amal salih di media sosial. Apalagi jika bukan untuk ditunjukkan kepada orang lain? Hati-hati memposting amal saleh di media sosial, karenanya amalan kita bisa hangus pahalanya sebab riya’. Kita lelah mencari simpati manusia sampai lupa memikirkan diterima atau tidak amalan kita.

Suatu ketika Aisyah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah! Apakah yang dimaksudkan dalam ayat “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut”, adalah orang yang berzina, mencuri dan meminum khomr?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab, “Wahai putri Ash Shidiq (maksudnya Abu Bakr Ash Shidiq, pen)! Yang dimaksud dalam ayat tersebut bukanlah seperti itu. Bahkan yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah orang yang yang berpuasa, yang bersedekah dan yang shalat, namun ia khawatir amalannya tidak diterima.

Begitulah hakekat keikhlasan yang sesungguhnya, yaitu semata-mata mengharapkan ridha Allah dengan segenap rasa takut. Menyembunyikan kebaikan yang telah dilakukan dari pandangan orang lain, bukan sibuk mencari penailan orang lain.

Tidak Masuk Surga Orang Yang Suka Menyebut Nyebut Pemberian, Orang Yang Durhaka Terhadap Orang Tua, Dan Pecandu Khamr
Tidak Masuk Surga Orang Yang Suka Menyebut Nyebut Pemberian, Orang Yang Durhaka Terhadap Orang Tua, Dan Pecandu Khamr

Tidak masuk surga orang yang suka menyebut-nyebut pemberian, orang yang durhaka terhadap orang tua, dan pecandu khamr” (HR. Ahmad 11/99, An Nasa-i 5688)

Ilustrasi oleh Photo by JOHN TOWNER dan Photo by Hillie Chan on Unsplash 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *