Kajian kali ini membahas tentang sebuah teman yang sangat menarik, yaitu tentang Kekayaan yang Sesungguhnya. Kitab Arbaunal Qalbiyah (40 Hadits Masasalah) karya Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid
Dalam riwayat Ibnu Hibban, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi nasehat berharga kepada sahabat Abu Dzar. Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata,
قَالَ لِي رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَا أَبَا ذَرّ أَتَرَى كَثْرَة الْمَال هُوَ الْغِنَى ؟ قُلْت : نَعَمْ . قَالَ : وَتَرَى قِلَّة الْمَال هُوَ الْفَقْر ؟ قُلْت : نَعَمْ يَا رَسُول اللَّه . قَالَ : إِنَّمَا الْغِنَى غِنَى الْقَلْب ، وَالْفَقْر فَقْر الْقَلْب
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku, “Wahai Abu Dzar, apakah engkau memandang bahwa banyaknya harta itulah yang disebut kaya (ghoni)?” “Betul,” jawab Abu Dzar. Beliau bertanya lagi, “Apakah engkau memandang bahwa sedikitnya harta itu berarti fakir?” “Betul,” Abu Dzar menjawab dengan jawaban serupa. Lantas beliau pun bersabda, “Sesungguhnya yang namanya kaya (ghoni) adalah kayanya hati (hati yang selalu merasa cukup). Sedangkan fakir adalah fakirnya hati (hati yang selalu merasa tidak puas).” (HR. Ibnu Hibban. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)
Dalam Hadits Lain
Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Kaya bukanlah diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Namun kaya (ghina’) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari no. 6446 dan Muslim no. 1051)
Kaya Hati, Itulah Kaya Senyatanya
Perkara hati jauh lebih sempurna dan lebih kuat daripada jiwa. Jiwa adalah tentara yang paling keras permusuhannya dengan hati.
Kekayaan jiwa juga bisa ditandai dengan adanya ketenangan hati. Jiwa bisa berubah menjadi tenang dan damai tidak lain setelah sifat-sifatnya berganti dan tabiatnya berubah. Sebab hati menjadi kaya dan berkecukupan dengan cahaya kebenaran Allah yang sampai kepada relung hati dan jiwa.
ketika jiwa sudah sampai kepada keadaan ini maka jiwa menjadi kaya dan berkecukupan. Sehingga dia tidak lagi memiliki ambisi kepada syahwat yang merupakan sebab munculnya tindakan menerobos batasan-batasan yang amat dibenci dan dimurkai Allah.
Sebab kefakiran jiwa kepada syahwat menjadi sebab jiwa enggan dan mengabaikan terhadap hal yang disenangi dan diperintahkan. Begitu juga sebaliknya, sikap jiwa yang mengabaikan hal-hal yang diperintahkan kepadanya menjadi sebab kefakirannya kepada syahwat.
Kekayaan yang terpuji adalah:
✅ Qinaah terhadap pemberian Allah
✅ Bersyukur terhadap pemberian Allah
✅ Akhirnya merasa puas terhadap pemberian Allah
Orang kaya yang sesungguhnya adalah mensyukuri yang diberikan oleh Allah.
Hakikat kekayaan yang sebenarnya adalah kaya hati (hati yang selalu ghoni, selalu merasa cukup). Orang yang kaya hati inilah yang selalu merasa cukup dengan apa yang diberi, selalu merasa qona’ah (puas) dengan yang diperoleh dan selalu ridho atas ketentuan Allah.
Orang semacam ini tidak begitu tamak untuk menambah harta dan ia tidak seperti orang yang tidak pernah letih untuk terus menambahnya. Kondisi orang semacam inilah yang disebut ghoni (yaitu kaya yang sebenarnya).”
hakikatnya kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan Jiwa dengan qana’ah dan menyukuri apa yang telah diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya.
Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda;
“Kekayaan bukanlah dengan banyaknya simpanan, tetapi kekayaan (yang sebenarnya adalah) kekayaan jiwa.” HR. Ahmad dan Tirmidzi Juz 4 : 2373. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami’ : 5377.Oleh karena itu Rasulullah ﷺ mengajarkan doa permohonan kekayaan jiwa untuk senantiasa kita baca, yaitu
اللَّهُمَّ إِنِي أَسْأَلُكَ الهُدَى، وَالتُّقَى، وَالعفَافَ، والغنَى
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu; petunjuk, ketaqwaan, kesucian kehormatan, dan kekayaan (jiwa).” HR. Muslim Juz 4 : 2721, Tirmidzi Juz 5 : 3489, dan Ibnu Majah : 3832. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani 5 dalam Shahih Ibni Majah Juz 10 : 3090.Seorang muslim yang senantiasa kaya jiwanya adalah muslim yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu anhu ia berkata, aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda;
“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai hamba (yang) bertaqwa, kaya (jiwanya), dan menyembunyikan (amal kebaikannya).” HR. MuslimDari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).
Jiwa yang sempurna akan merasa :
✅ Ketenangan
✅ Ketentraman
✅ Kelapangan
✅ Kerelaan
Jiwa akan menyerupai hati dalam satu keinginan, maka jiwa akan menjadi pembimbing pada hatinya.
Orang yang kaya hati berawal dari sikap selalu ridho dan menerima segala ketentuan Allah Ta’ala. Ia tahu bahwa apa yang Allah beri, itulah yang terbaik dan akan senatiasa terus ada. Sikap inilah yang membuatnya enggan untuk menambah apa yang ia cari.”
Perkataan yang amat bagus diungkapkan oleh para ulama:
غِنَى النَّفْس مَا يَكْفِيك مِنْ سَدّ حَاجَة فَإِنْ زَادَ شَيْئًا عَادَ ذَاكَ الْغِنَى فَقْرًا
“Kaya hati adalah merasa cukup pada segala yang engkau butuh. Jika lebih dari itu dan terus engkau cari, maka itu berarti bukanlah ghina (kaya hati), namun malah fakir (miskinnya hati).”An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Kaya yang terpuji adalah kaya hati, hati yang selalu merasa puas dan tidak tamak dalam mencari kemewahan dunia.
Kaya yang terpuji bukanlah dengan banyaknya harta dan terus menerus ingin menambah dan terus menambah. Karena barangsiapa yang terus mencari dalam rangka untuk menambah, ia tentu tidak pernah merasa puas. Sebenarnya ia bukanlah orang yang kaya hati.”
Namun bukan berarti kita tidak boleh kaya harta. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ بَأْسَ بِالْغِنَى لِمَنِ اتَّقَى وَالصِّحَّةُ لِمَنِ اتَّقَى خَيْرٌ مِنَ الْغِنَى وَطِيبُ النَّفْسِ مِنَ النِّعَمِ
“Tidak apa-apa dengan kaya bagi orang yang bertakwa. Dan sehat bagi orang yang bertakwa itu lebih baik dari kaya. Dan bahagia itu bagian dari kenikmatan.” (HR. Ibnu Majah no. 2141 dan Ahmad 4/69. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari sini bukan berarti kita tercela untuk kaya harta, namun yang tercela adalah tidak pernah merasa cukup dan puas (qona’ah) dengan apa yang Allah beri. Padahal sungguh beruntung orang yang punya sifat qona’ah.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
“Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan rizki yang cukup dan Allah menjadikannya merasa puas dengan apa yang diberikan kepadanya.” (HR. Muslim no. 1054)
Sifat qona’ah dan selalu merasa cukup itulah yang selalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minta pada Allah dalam do’anya.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
أنَّ النبيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يقول : (( اللَّهُمَّ إنِّي أسْألُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca do’a: “Allahumma inni as-alukal huda wat tuqo wal ‘afaf wal ghina” (Ya Allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan, diberikan sifat ‘afaf dan ghina).” (HR. Muslim no. 2721).
An Nawawi –rahimahullah- mengatakan, “”Afaf dan ‘iffah bermakna menjauhkan dan menahan diri dari hal yang tidak diperbolehkan. Sedangkan al ghina adalah hati yang selalu merasa cukup dan tidak butuh pada apa yang ada di sisi manusia.”
Hati yang sudah mempengaruhi jiwa maka akan mudah menerima kebenaran
Hati yang kaya hanya butuh kepada Allah semata.
Jiwa akan digiring kepada kecintaan menuju Allah, sehingga menjadi tenang dan tenteram.
Firman Allah QS. Al Fajr
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ﴿٢٧﴾ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً﴿٢٨﴾فَادْخُلِي فِي عِبَادِي
Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Rabb-mu dengan hati yang puas lagi di-ridhai-Nya! Kemudian masuklah ke dalam (jamaah) hamba-hamba-Ku, Dan masuklah ke dalam surga-Ku! [QS. Al-Fajr/89:27-30]
Doa Nabi agar terhindar dari kefakiran.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berdoa: ، اللّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْفَقْرِ، وَالْقِلَّةِ، وَالذِّلَّةِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ أَظْلِمَ أو أُظْلَمَ
“ALLAHUMMA INNI A’UUDZU BIKA MINAL FAQRI WA A’UUDZU BIKA MINAL QILLATI WADZ DZILLATI WA A’UUDZU BIKA AN AZHLIMA AU UZHLAMA” (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kefakiran. Aku berlindung kepada-Mu dari kekurangan dan kehinaan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari melakukan kezaliman atau dizalimi).” (HR An Nasa`i).
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdoa dengan kalimat-kalimat ini, yaitu:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ النَّارِ وَعَذَابِ النَّارِ وَمِنْ شَرِّ الْغِنَى وَالْفَقْرِ
“ALLAAHUMMA INNII A’UUDZU BIKA MIN FITNATIN NAAR WA ‘ADZAABIN NAAR, WA MIN SYARRIL GHINAA WAL FAQR” (Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari fitnah Neraka dan adzab Neraka, serta dari keburukan kekayaan dan kefakiran).” (HR. Abu Daud no. 1543. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
PENGAJIAN BAKDA MAGHRIB
🗓 Hari, tgl : Sabtu, 15 Dzulhijjah
1445 H./ 22 Juni 2024 M
🕌 Tempat : Masjid Al Ikhlas Jatimulyo, Kricak, Tegalrejo, Yogyakarta
🎤 Penceramah : Abu Salman, BIS Hafidzahullah Ta’la
✍️ Pencatat : Sugani
🌍 Catatan Terdahulu Bisa Baca di Rubrik OASE kupass.com
KUPASS.com Cepat Dan Akurat; Media Online Gunungkidul Terpercaya
Tinggalkan komentar