Sejumlah Polemik Pembangunan Tugu Tobong Yang Dapat Penolakan Dari Masyarakat, DPRD Gunakan Hak Interpelasi

Playen, (kupass.com)–DPRD Gunungkidul bakal menggunakan hak interplasi untuk menolak pembangunan icon Tugu Tobong Gamping di Bundaran Siyono, Kalurahan Logandeng, Kapanewon Playen. Hak Interpelasi ini digunakan Wakil Rakyat usai Bupati Gunungkidul Sunaryanta tidak menggubris aspirasi dari elemen warga masyarakat terkait penggantian icon Tugu Pengendang itu.

Wakil Ketua DPRD Suharno menyoroti sejumlah polemik rencana pembangunan Icon Tugu Tobong Gamping yang nekat dilanjutkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kawasan Perumahan dan Permukiman (DPUPRKP) Kabupaten Gunungkidul itu. Dari awal rencana pembangunan tersebut pihak DPRD diakui Suharno tidak pernah diajak berembug.

“Kami tanyakan ke pihak Kepolisian kaitannya dengan rekayasa jalan ternyata tidak ada komunikasi. Jadi itu single figther,”tuturnya saat Jumpa Pers dengan wartawan di Hotel Santika Kalurahan Logandeng, Kapanewon Playen, Minggu (25/09/2022).

Permasalahan lainnya terkait penggantian Icon patung Pengendang itu adalah Desain Eginering Detail (DED) yang dibuat oleh DPUPRKP dinilainya hanyalah dagelan. Pihak Pemda disebut Suharno tidak berkoordinasi dengan instansi lainnya seperti Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Tirta Handayani, Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Telkom.

“Tidak ada koordinasi sama sekali meskipun banyak yang terlibat. DED nya itu sudah dagelan, di pinggirnya tidak ada sawah,”terangnya.

Politikus Partai Nasdem itu juga menyoroti ketidakhadiran Bupati Sunaryanta yang selalu mangkir apabila diundang diskusi mengenai Tugu Tobong itu. Yang datang jika DPRD menyampaikan undangan secara tertulis hanyalah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Sekretaris Daerah.

“Kami menyurati Bupati tapi tidak ditanggapi kaitan dengan tobong gamping. Kita punya hak interpelasi untuk menanyakan bagaimana kebijakan Bupati untuk kepentingan kalayak umum itu khususnya pembangunan Icon Tobong Gamping,”kata dia.

Suharno menggarisbawahi bahwa seluruh Wakil Rakyat yang duduk di DPRD Gunungkidul sudah melangkah sepenuhnya dengan cara menyampaikan aspirasi masyarakat kepada pihak Eksekutif. Melalui paripurna dan badan anggaran namun semua itu diakuinya tidak pernah mendapatkan tanggapan.

“Saya pelaku Tobong Gamping pertama kali di Desa kami. Merusak alam, memberikan polusi untuk rakyat, tanaman pohon untuk dibakar. Saya didemo, dan saya berhenti demi masyarakat. Ini malah dijadikan icon polusi malah diteruskan,”ujarnya kesal.

Sebelumnya diketahui bahwa Pemda Gunungkidul tetap akan mengganti icon patung Tukang Kendang di Bundaran Siyono menjadi Tugu Tobonge Gamping. Meski mendapat penolakan dari banyak elemen,
Pemda tetap nekat mengerjakan proyek senilai Rp 7.687.876.000 itu dimulai pada tanggal 19 September 2022. Patung Tukang Kendang akan dipindahkan di Pasar Sumber Rejeki Playen yang berada
di Jalan Manthous.

Publik Gunungkidul dan juga DPRD mempertanyakan ide Tugu Tobong yang dinilai nihil makna filosofis. Tobong disebut merupakan simbol kegiatan ekstraktif sehingga bertolak-belakang dengan
upaya optimalisasi Bentang Alam Geopark. Suatu bangunan icon harus memiliki makna yang kontektual dengan kondisi obyektif potensi kekinian yang menjadi asset sosial ekonomi daerah, dan juga harus memiliki konteks masa depan. Selain itu, icon daerah harus menjadi kebanggaan warga.

Meski pembangunan itu ranah eksekutif, namun bukan berarti arogan semaunya pimpinan. Pembangunan daerah, terlebih membangun fisik icon daerah tidak boleh mengabaikan partisipasi publik. Dalam kasus ini, DPRD sebagai lembaga yang mewakili rakyat Gunungkidul disebut tidak dimintai pendapat, apalagi warga masyarakat secara luas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *