Wonosari, (kupass.com)–Gunungkidul memiliki kekayaan budaya yang tidak ada habisnya, berbagai sudutnya selalu terselip seniman-seniman yang memiliki tempat tersendiri. Menjaga warisan kearifan lokal dengan caranya masing-masing.
Salah satunya ada di Kapanewon Wonosari, tepatnya di padukuhan Kajar. Adalah Mpu Godo Priyantoko sebagaimana dia dipanggil oleh masyarakat pencinta tosan aji dalam hal ini yakni keris.
Godo Priyantoko adalah seniman yang telah menghabiskan sebagian besar waktunya untuk belajar ilmu seni tempa lipat atau Metalurgi yang menghasilkan keris. Berbeda dengan kebanyakan orang di lingkungannya yang merupakan pande besi yang membuat alat-alat pertanian
Godo memulainya pada tahun 2007, dan hingga saat ini tidak terhitung berapa bilah keris yang dia hasilkan. Dalam perjalanannya, Godo menceritakan bagaimana sebilah keris memberikan banyak pelajaran dalam kehidupan manusia.
Dalam proses penempaan besi, pencampuran bahan dan peleburan kedalam api yang akhirnya membentuk pola dalam bilah keris, merupakan proses yang membutuhkan kesabaran. Tiap pola yang dihasilkan akan berbeda-beda dan sketsa yang tercipta dalam proses ini disebut “Pamor”.
Selain itu dalam proses penempaan keris sendiri, Godo mengatakan sebagai seorang Mpu, dia tidak bisa memaksakan kehendaknya. Proses penyatuan elemen-elemen bahan tersebutlah yang kemudian diberikan tempaan sehingga membentuk sketsa yang tertuang dalam bilah keris.
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat keris sendiri saat ini adalah besi, baja dan nikel. Dan ada satu lagi bahan yang menurut Godo merupakan bahan paling istimewa yakni Meteorit. Rentang waktu yang dibutuhkan untuk membuat sebilah keris inipun bervariasi dan paling cepat biasanya 2 minggu, tetapi Godo mengatakan saat ini pembuatan keris sedang antri sehingga paling cepat 4 bulan baru bisa selesai.
Godo menceritakan bagaimana para mpu jaman dahulu mengajarkan bahwa ketika melakukan pekerjaan, mereka memakai pakaian berwarna putih, ini merupakan filosofi bahwa seseorang dalam bekerja hendaknya dengan niat yang bersih.
Godo terang-terangan dan dengan tegas menolak bahwasanya keris ini lekat dengan kemusyrikan. Karena bagi Godo, proses pembuatan keris sendiri merupakan sebuah proses permohonan kebaikan dan do’a kepada Tuhan.
Keris sendiri bagi Godo merupakan sebuah karya seni, hasil dari peleburan bahan berkualitas, penempaan yang memakan waktu dan proses penghilangan kotoran-kotoran yang melekat pada bahan dan kemudian dibentuk sedemikian rupa menjadi “Wesi aji” atau benda yang memiliki nilai.
Jika saat ini keris sering dikaitkan dengan kesyirikan dan hal-hal mistis atau praktek perdukunan, Godo mengatakan bahwa itu merupakan penggunaan keris yang tidak pada tempatnya dan tidak sesuai dengan niat baik para mpu yang menciptakannya.
Yang seharusnya diketahui oleh masyarakat bagi Godo sebenarnya adalah, nilai-nilai yang terkandung dalam keris itu sendiri yakni penempaan keras dan konsisten, menghilangkan kotoran atau keburukan dan kesabaran dalam menjalani proses yang kemudian menghasilkan karya yang indah dalam sebilah keris.
“Nilai-nilai itulah yang sarat makna apabila diterapkan dalam kehidupan umat manusia” terang Godo. “Selain itu keris juga mengajarkan kepada kita ada, bagaimana kita bersikap dan memberikan penghormatan kepada manusia” lanjutnya.
Bagi Godo, keris diciptakan bukan sebagai alat perang, keris merupakan “ageman” atau bisa juga disebut kebanggan bagi pemiliknya. Godo bersyukur saat ini masyarakat mulai kembali menyukai keris, Godo sendiri banyak mendapat pesanan dari beberapa pesohor atau pejabat, bahkan beberapa pesanan datang dari luar negri.
Dalam pembuatan keris, Godo mengatakan banyaknya pesanan yang dia kerjakan merupakan sebuah kemajuan dalam dunia kebudayaan, dimana masyakarat benar-benar menginginkan sebuah karya yang bagus dan asli dibuat oleh seorang pembuat keris. Godo mengatakan untuk sebilah keris, biasanya minimal mahar yang diperlukan sekitar 4 juta rupiah.
Suami dari Tri Lestari ini mengungkapkan kepada kontributor Kupass.com dalam wawancara pada hari Kamis, 12 September 2024 mempunyai keinginan agar kekayaan budaya ini terus dapat lestari dan semakin dicintai oleh masyarakat kita. Godo juga berpesan kepada generasi muda untuk belajar mengenai kekayaan budaya kita sendiri dan tidak silau pada budaya luar yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa.
Nanishuka pegiat literasi dan penikmat sejarah. Menyukai traveling dan ketertarikan pada dunia inklusif
Tinggalkan komentar