Komunitas Kristen Batak Bakal Bangun Wisata Religi, Warga Banyusoca Keberatan Karena Tak Ada Sosialisasi

Playen, (kupass.com)–Warga Padukuhan Ketangi, Kalurahan Banyusoca, Kepanewon Playen merasa keberatan dengan aktivitas komunitas umat Kristiani Batak yang melaksanakan kegiatan rohani di wilayah Padukuhan Ketangi. Warga keberatan lantaran komunitas tersebut tidak pernah melakukan sosialisasi (kulo nuwun) kepada masyarakat dan memberikan pemberitahuan kepada jajaran Pemerintah Kalurahan Banyusoca.

Puncak keberatan atas aktivitas tersebut terjadi pada Selasa lalu (22/09/2020), saat komunitas tersebut menggelar pesta dan aktivitas peribadatan di sebuah lahan yang ternyata akan dibangun wisata religi (Glamourius Camp). Lokasi lahan yang dekat dengan Sungai Oya itu tak jauh dari permukiman warga.

Lokasi Lahan Yang Akan Dibangun Dekat Dengan Sungai Oya
Lokasi Lahan Yang Akan Dibangun Dekat Dengan Sungai Oya

Ketua RW Padukuhan Ketangi, Kalurahan Banyusoca Sumaryo menuturkan bahwa, tanah yang digunakan untuk kegiatan rohani tersebut semula adalah milik warga setempat. Namun menurut informasi yang dia dapat, beberapa bidang tanah itu dibeli dengan harga yang cukup besar.

“Jual belinya tidak ada masalah antara yang punya dan yang membeli itu sah sah saja, tidak ada masalah karena hak mereka. Dibeli dengan harga Rp 113 juta dan yang satunya Rp 47 juta kalau tidak salah, sementara tanah lainnya masih di DP, “ujar Sumaryo.

Dia mengutarakan, komunitas tersebut melaksanakan kegiatan rohani sudah yang ketiga kalinya. Namun puncaknya pada Selasa lalu, warga mulai merasa kesal lantaran jalan menuju lokasi yang baru diperbaiki justru telah rusak karena dilewati segerombolan komunitas Kristen Batak itu.

“Sekitar 20 orang, sudah dipalangi pakai bambu belum bisa dilewati karena jalan baru diperbaiki, tapi mereka main bukak saja dan tidak nembung. Boleh saya bilang itu merusak, mau diganti rugi Rp 150, harga diri seorang masyarakat yang kerja bakti seperti apa, “kata Sumaryo kesal.

Lebih lanjut Sumaryo mengatakan, setelah terjadi keberatan dari warga masyarakat, pihak komunitas tersebut justru mengaku dari pihak Keraton. Namun ketika dimintai menunjukan identitasnya, mereka menolak dan tidak memberikan.

“Kalau orang Jawa itu punya sopan santon unggah ungguh. Saat Pandemi Covid-19, warga sini yang ada diperantauan saja kalau pulang kampung harus lapor dan karantina terlebih dahulu lho,”imbuhnya.

Dari informasi yang didapatan warga setempat, lokasi beberapa bidang tanah tersebut rencananya bakal dibangun wisata religi untuk kelas menengah atas (Glamourious Camp). Dengan demikian pihak warga keberatan jika nantinya wilayah tersebut dijadikan sarang Kristenisasi.

“Arahnya pasti kesana (Kristenisasi) ujung – ujungnya. Karena sini (warga masyarakat) semua Islam seratus persen, campur ada Muhammadiyah dan NU,”tandasnya.

Terpisah Lurah Banyusoca, Kepanewon Playen Damanhuri memilih untuk irit bicara. Namun demikian pihaknya membenarkan bahwa terkait aktivitas rohani dan rencana pembangunan wisata regili komunitas Kristen Batak itu tak ada sosialisasi dan pemberitahuan kepada Pemerintah Kalurahan. Dia menyayangkan atas sikap para pendatang itu yang masuk ke wilayahnya tidak menggunakan etika.

“Jangankan Pemerintah Kalurahan, kalau mereka lewat ya lewat saja. Kesini tanpa kulonuwun, ibaratnya mertamu etikanya saja, “kata Damanhuri.

Diperoleh informasi bahwa kegiatan peribadatan tersebut telah mendapatkan ijin dari Kepala Dukuh, namun demikian informasi tersebut tidak diteruskan kepada jajaran Pemerintah Kalurahan. Di salah satu pekarangan warga juga telah datang sebuah batu prasasti besar berukuran dua meter. Batu tersebut akan digunakan sebagai pertanda peletakan batu pertama pembangunan Wisata Religi Kelas menengah atas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *