Terjerat Hutang BDG, Harta Ludes, Ngadiono Dan Keluarganya Tinggal di Kandang Sapi

Nglipar, (kupass.com)–Gara – gara terjerat hutang di Bank Daerah Gunungkidul (BDG), seorang warga Padukuhan Kedungranti, Kalurahan Nglipar, Kapanewon Nglipar bernama Ngadiono (52) terpaksa tinggal di kandang Sapi. Sebelum tinggal di kandang Sapi, Ngadiono dan keempat anaknya sempat tinggal di tengah ladang.

Ditemui di tempat tinggalnya (kandang sapi) Ngadiono tinggal bersama istrinya bernama Sumini (42). Kandang Sapi itu berukuran 2 x 3 meter berbahan kayu dan bambu dengan dinding terpal lusuh. Lokasi tempat dia tidur bersama keempat anaknya itu tidak berjarak dengan kandang yang berisi satu indukan Sapi betina dan dua anakan Sapi jantan. Yang lebih miris, lokasi lahan milik perhutani yang ditempatinya untuk tinggal itu berada di pinggirian sungai Oya rawan terkena banjir.

“Dulu kami pinjam ke BDG dengan jaminan sertifikat tanah sebesar Rp 10 juta. Uang itu digunakan untuk modal usaha berjualan sayur,”katanya.

Tak hanya berhutang kepada bank, Ngadiono dan istrinya juga terjerat hutang rentenir yang jumlahnya tidak sedikit. Uang hasil hutang itu selain digunakan untuk usaha jualan sayur, ternyata digunakan Ngadiono untuk modal usaha sablon.

“Kami harus banyak berurusan dengan bank dan rentenir,”kata Ngadiono, Selasa (31/08/2021).

Lantaran hutangnya semakin menumpuk untuk membiayai sebanyak empat orang anak, usaha Ngadiono dan istrinya bangkrut. Kondisi tersebut membuat Ngadiono harus sejumlah aset seperti sepeda motor miliknya yang digunakan untuk berjualan sayur. Aset yang terjual itu digunakannya untuk melunasi hutang.

“Kami memutuskan mengadu nasib merantau ke Bangka di perkebunan Sawit. Kami hidup 3 tahun disana sebelum akhirnya kami pulang ke kampung,”katanya.

Lantaran sudah tidak punya rumah yang sebelumnya dijual untuk melunasi hutang, Ngadiono kemudian tinggal di gubuk yang berada di ladang milik Perhutani. Dia bertahan hidup selama 4 tahum sebelum akhirnya pindah ke temoat yang dibangun kandang pinggir sungai Oya.

“Saya memelihara sapi milik saudara (nggaduh), gimana lagi namanya juga usaha, dengan memelihara sapi harapan saya punya tempat tinggal yang layak lagi,”ulasnya.

Kandang Sapi yang ditempatinya hanya mempunyai satu kamar, tungku yang biasa dia gunakan memasak berada diluar. Untuk keperluan listrikpum Ngadiono harus menyambung dari tetangganya yang tak jauh dari lokasi kandang.

“Untuk keperluan mandi dan mencuci sehari hari kami mengambil air dari sungai Oya,
Kami masih berharap bisa menebus rumah milik saya, dulu itu dibeli oleh adik, dan sekarang tidak ditempati karena adik saya tinggal di Jakarta,”terangnya.

Sementara itu Dukuh Kedungranti Tukiyarno mengatakan bahwa, salah satu warganya ini memang tinggal dikandang sapi baru sekitar empat bulan. Namun demikian dia menampik jika tersiar kabar bahwa Ngadiono tinggal di kandang sapi selama bertahun tahun.

“Sebelum tinggal disini, memang tinggal di gubuk lahan garapan Perhutani. Kami sudah mengupayakan untuk mencarikan solusi tempat tinggal, dengan menawarkan untuk menempati tanah kas desa, yang tidak rawan terkena banjir. Selain itu kami juga sudah memasukkan keluarga Ngadiyono sebagai salah satu keluarga penerima PKH,”katanya.

“Kami sudah menawarkan untuk menempati tanah kas desa, untuk rumah bisa diusahakan bareng bareng seluruh warga, orang tua Ngadiono juga sudah melarang anaknya tinggal dekat sungai, tapi Ngadiono belum mau alasannya tidak ada biaya dan merepotkan banyak orang,” lanjut Dukuh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *