Perempuan Harus Berpartisipasi Dalam Ruang Pengambilan Kebijakan Publik di Yogyakarta

Yogyakarta, (kupass.com)–Perkumpulan Masyarakat Sipil yang tergabung dalam Ide Dan Analitika Indonesia (Idea) mendorong partisipasi politik perempuan dalam ruang pengambilan kebijakan Publik di DIY. Dorongan ini bertujuan untuk meneguhkan kesadaran perempuan menjadi
calon pemimpin sekaligus memiliki kemampuan melakukan gerakan penyadaran publik terhadap isu kepemimpinan politik perempuan.

Disampaikan oleh pegiat Idea Ahmad Haidar bahwa, dalam program ini, Idea
berupaya untuk mempromosikan dan mendukung kelompok perempuan agar berani terlibat memegang peranan
dalam kebijakan publik. Kebijakan publik yang dimaksudnya berada di level eksekutif, legislatif, maupun partai politik dan ruang yang
lingkup kecil seperti di RT, RW, Padukuhan, atau Kalurahan.

“Selain itu, melalui program tersebut, Idea juga ingin memberikan contoh bahwa di Provinsi DIY ada
banyak kepemimpinan politik perempuan yang mampu membawa perubahan yang lebih demokratis, memperhatikan kesejahteraan kelompok rentan, serta inovatif dalam mengembangkan
segala keterbatasan di Kalurahan,”kata Haidar dalam siaran pers melalui zoom meeting
program Women Democracy Network bertajuk ‘Wong Wedok Dudu Mung Konco Wingking, Jumat, (09/07/2021).

Haidar menambahkan, yang melatarbelakangi dilaksanakannya program Women Democracy Network ini karena melihat rendahnya partisipasi politik
perempuan dalam ruang pengambilan kebijakan publik.
Merinci data Komisi Pemilihan Umum yang menetapkan 2.829 calon legislatif tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk pemilu legislatif tahun
2019, terdapat sejumlah 1.239 calon perempuan yang turut mencalonkan diri.

“Namun, dari jumlah tersebut, calon perempuan yang terpilih menjadi anggota legislatif di Provinsi DIY hanya 9 orang. Sementara
anggota legislatif laki – laki sebanyak dari 46 orang. Artinya keterwakilan anggota legislative
perempuan hanya sekitar 16 persen, jauh dari kuota sejumlah 30 persen perempuan,”bebernya.

Keterpilihan pemimpin perempuan disebutnya juga terjadi di tataran Pemerintah Kalurahan di DIY. Secara detail Haidar membeberkan, di Kabupaten Kulon Progo
persentase Panewu dan Lurah perempuan hanya berkisar 10 persen. Jumlah tersebut jauh dari afirmasi quota perempuan yang ditetapkan yakni sejumlah 30 persen.

“Jumlah Bupati/Walikota di DIY hanya 1 orang dari total 5 orang Bupati/Walikota dalam pemilihan
Kepala Daerah serentak pada bulan Desember 2020 lalu. Hanya ada 3 perempuan yang
mencalonkan diri sebagai Bupati dan Wakil Bupati dari 18 calon yang akan maju dalam kompetisi,”ungkapnya.

Lanjut pria asal Madura Jawa Timur ini membeberkan, jumlah perempuan yang duduk di lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif masih kalah jauh dibandingkan dengan laki – laki. Khususnya yang memegang posisi penting
dalam bidang politik dan pengambilan keputusan. Penurunan IDG dikontribusi oleh penurunan jumlah
perempuan di eksekutif dimana pada tahun 2018 terjadi penurunan jumlah Panewu perempuan dari 10
orang menjadi 8 orang.

“Begitupun jumlah Lurah. Dari data tahun 2018 lalu memperlihatkan
penurunan dari 45 perempuan Lurah menjadi 42. Disisi lain, masih banyak pertanyaan yang bermunculan apakah kehadiran pemimpin politik
perempuan mampu merepresentasikan kepentingan perempuan,”terang Haidar.

Muncul juga pertanyaan, apakah kaum perempuan juga mampu mengakomodasi
kebutuhan, pengalaman dan aspirasi mereka ataupun kebutuhan kelompok rentan.

“Padahal partisipasi politik perempuan saat ini semakin dibutuhkan dalam upaya pengintegrasian kebutuhan
gender dalam berbagai kebijakan publik dan dapat menghasilkan produk hukum. Produk hukum
tersebut menghasilkan sensitive gender yang selama ini terabaikan, sehingga menghambat partisipasi
perempuan di berbagai sektor,”pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *