Kisah Cinta Putri Rasulullah ﷺ Sayyidah Zainab; Putri Sulung Rasulullah Menikah dengan Abul Ash Putra Sayyidah Halah Adik Sayyidah Khodijah Istri Rasulullah.

Kisah Cinta Putri Rasulullah ﷺ Sayyidah Zainab; Putri Sulung Rasulullah Menikah dengan Abul Ash Putra Sayyidah Halah Adik Sayyidah Khodijah Istri Rasulullah.. Seperti kami kutip dari Tweet @sayidmachmoed kisah Cinta Putri Rasulullah ﷺ ini sangat penuh dengan Makna. Silahkan dibaca. Abul Ash bin Al-Robi datang kepada Nabi Muhammad ﷺ sebelum masa kenabian. Abul Ash berkata: “Aku ingin melamar Zainab putri-mu yang paling dewasa” (Ini adalah bentuk adab).

Nabi Muhammad ﷺ bersabda: “Aku tidak akan menerima lamaranmu, sebelum aku meminta kesediaannya” (Ini adalah tanggung jawab wali). Nabi Muhammad ﷺ kemudian menemui Zainab dan bersabda: “Putra bibimu (sepupumu) datang kepadaku, ia menyebut namamu. Apakah kamu bersedia untuk dijadikan sebagai istrinya?”Zainab pun memerah wajahnya dan tersenyum, tanda bahwa ia menerima. (Inilah bentuk rasa malu)

Nabi Muhammad ﷺ pun kemudian menikahkan Zainab dengan Abul Ash. Dan dimulailah kisah cinta keduanya, sehingga keduanya diberikan putra bernama Ali dan putri bernama Umamah.Setelah beberapa waktu, terjadilah suatu permasalahan keluarga. Nabi Muhammad ﷺ diangkat sebagai Nabi. Sedangkan saat itu, Abul Ash sedang dalam bepergian. Dan ketika pulang, ia mendapatkan istrinya telah beriman (Permasalahan tentang aqidah) Zainab berkata kepada Abul Ash: “Saya memiliki kabar besar untukmu”. Abul Ash kemudian berdiri meninggalkan Zainab. Zainab terkejut dan mengikuti Abul Ash. Zainab berkata: “Ayahku telah diutus menjadi Rosul dan aku beriman kepadanya”.Abul Ash berkata: “Mengapa engkau tidak mengabariku terlebih dahulu?”.

Zainab berkata: “Tidak mungkin aku mendustakan ayahku, dan ayahku bukanlah pendusta. Ayahku orang jujur dan dipercaya”.”Bukan hanya aku sendiri yang beriman. Ibuku (Khodijah), saudara-saudaraku, putra pamanmu Ali bin Abi Tholib, putra bibimu Utsman bin Affan dan temanmu Abu Bakar pun telah beriman”. Lanjut Zainab.Abul Ash berkata: “Sungguh aku tidak mau bila orang-orang berkata bahwa aku mengkhianati kaumku, mengkufuri nenek moyangku karena mencari kerelaan istriku. Sungguh ayahmu bukanlah orang yang patut dicurigai. Apakah kamu tidak mau menerima alasanku?” Zainab berkata: “Bila aku tidak menerima alasanmu, siapa lagi orang yang mau menerima alasanmu?. Aku adalah istrimu. Aku akan berusaha menolongmu untuk jalan yang benar dengan semua kemampuanku”. (Saling memahami antara suami dan istri)

Dan ucapan Zainab ini dibuktikan dengan kesabaran selama dua puluh tahun. Abul Ash masih terus dalam kekufurannya. Dan saat menjelang hijrah ke Madinah, Zainab berkata kepada Nabi: “Wahai Rosululloh, apakah engkau mengizinkan diriku untuk tetap bersama suamiku di Makkah?”(Bentuk cinta yang dalam seorang isteri kepada suami, tanpa menyakiti perasaan orang tua)

Rosulullah memberikan izin kepada Zainab untuk tinggal bersama sang suami di Makkah. Sampai pada saat kejadian perang badar, Abul Ash pun berperang di barisan orang-orang kafir Quraisy. Suaminya berperang melawan ayahnya.Zainab berkata: “Ya ALLOH, saya khawatir kalau anakku menjadi yatim. Aku pun khawatir kehilangan ayahku”. (Kebimbangan dan kebingungan)

Setelah perang usai, Abul Ash menjadi tawanan perang. Dan kabar ini pun sampai ke rumah Zainab.Zainab bertanya: “Apa yang terjadi terhadap ayahku?”.

“Kemenangan diperoleh kaum muslimin”. Zainab lantas bersujud syukur kepada Allah atas kemenangan yang diperoleh ayahnya. Zainab lantas menanyakan kabar suaminya.Dan setelah mengetahui kabar bahwa suaminya ditawan, Zainab berkata: “Aku akan mengirimkan tebusan untuk suamiku”.

Zainab tidak memiliki sesuatu yang berharga untuk dijadikan sebagai tebusan kecuali kalung yang dulu diberikan oleh Khodijah sang bunda kepada Zainab.Akhirnya, Zainab mencopot kalungnya dan menitipkan kalung itu kepada saudara kandung Abul Ash untuk diberikan kepada Rosulullah sebagai tebusan suaminya.Saat itu Rosulullah sedang duduk-duduk. Beliau sedang memeriksa tawanan dan tebusan perang. Dan saat melihat kalung Khodijah, beliau bertanya: “Ini tebusan untuk siapa?”.Para sahabat menjawab: “Tebusan untuk Abul Ash”.

Rosulullah pun lantas menangis, kemudian bersabda: “Ini adalah kalung Khadijah” Rosulullah bersabda: “Wahai sahabatku, orang ini (Abul Ash) tidaklah kami mencelanya selama ia sebagai menantuku. Apakah boleh saya melepaskan dirinya dari tawanan?”(Inilah bentuk keadilan)

Rosulullah bersabda: Apakah kalian menerima jika kalung Khodijah ini dikembalikan kepada Zainab?” (Tawadhu seorang pemimpin) Para sahabat menjawab: “Ya boleh, wahai Rosulullah”. (Adab dari prajurit).

Rosululloh memberikan kalung itu kepada Abul Ash dan bersabda: “Katakanlah kepada Zainab: Janganlah kamu hilangkan kalung Khodijah ini”. (Kepercayaan mertua kepada menantunya walaupun sang menantu masih dalam keadaan kafir)

Wahai Abul Ash, aku akan berkata rahasia kepadamu!”. Rosulullah bersama Abul Ash kemudian berjalan menjauh dari sahabat. “Wahai Abul Ash, sesungguhnya Allah memerintahkan kepadaku untuk memisahkan wanita muslimah dari lelaki kafir. Maukah dirimu mengembalikan Zainab kepadaku?” Abul Ash berkata: “Baik”.(Benar-benar sebagai lelaki)

Setelah itu Abul Ash kembali ke Makkah. Di Makkah Zainab telah menunggunya di pintu kota Makkah. Setelah melihat istrinya, Abul Ash berkata: “Aku akan pergi”. Zainab bertanya: “Pergi kemana?”.Abul Ash berkata: “Bukan aku yang akan pergi. Tetapi engkaulah yang akan pergi dan kembali kepada ayahmu”. (Bentuk penepatan janji)

Zainab bertanya: “Karena apa?”. Abul Ash menjawab: “Ayahmu memisahkan aku dengan dirimu. Pulanglah kepada ayahmu!”.Zainab bertanya: “Apakah engkau mau menemaniku dan masuk islam?” Abul Ash menjawab: “Tidak”. Zainab kemudian pergi ke Madinah dengan membawa putra dan putrinya. (Taat)

Setelah beberapa tahun berlalu, Abul Ash pergi berdagang ke Syam bersama kafilah. Saat melewati sekitar Madinah, rombongan dagang itu dihadang oleh para sahabat. Ia kemudian dibawa oleh para sahabat ke Madinah.Sesampainya di Madinah, Abul Ash meminta izin kepada sahabat untuk menemui Zainab. Ia datang ke rumah Zainab saat menjelang fajar dan mengetuk pintu rumah Zainab. (Keberanian dan kemantapan seorang laki-laki)

Setelah Zainab melihat Abul Ash, Zainab berkata: “Apakah engkau datang sebagai orang Islam?” (Harapan seorang istri)

Abul Ash berkata: “Aku datang sebagai orang yang melarikan diri”.Zainab berkata: “Maukah engkau masuk islam?” (Usaha sungguh-sungguh seorang wanita untuk kebaikan lelaki)

Abul Ash masih berkata: “Tidak”. Zainab berkata: “Janganlah takut, selamat datang sepupuku. Selamat datang ayah anak-anakku”.Sesaat setelah Rosulullah selesai sholat subuh, tiba-tiba dari pojok masjid terdengar suara berkata: “Aku melindungi Abul Ash”. Rosulullah bersabda kepada para sahabat: “Apakah kalian mendengar apa yang aku dengar?”

Para sahabat menjawab: “Iya, wahai Rosulullah”.Zainab berkata kepada Rosulullah: “Wahai Rosulullah, Abul Ash walaupun jauh, ia adalah sepupuku, walaupun dekat, ia adalah ayah dari anak-anakku, dan ia berada dalam lindunganku”.Rosulullah diam sejenak, kemudian bersabda: “Abul Ash, tidaklah kami mencelanya saat ia sebagai menantuku. Ia telah berkata dan membuktikan kejujuran perkataannya. Ia telah berjanji kepadaku, dan menepati janjinya kepadaku”.”Bila kalian menerima permintaanku untuk mengembalikan hartanya kepadanya, dan membiarkannya pulang ke negaranya. Dan ini aku harapkan. Tetapi bila kalian tidak mau menerima permintaanku, aku tidak akan mencela kalian. Karena ini hak kalian”. Dawuh Rosulullah.Para sahabat menjawab: “Kami kembalikan hartanya kepadanya wahai Rosulullah”. (Ini gambaran musyawarah)

Rosulullah kemudian berjalan ke rumah Zainab bersabda: “Aku lindungi orang yang engkau lindungi wahai Zainab”.”Muliakan Abul Ash. Karena ia adalah sepupumu dan ayah dari anak-anakmu. Tetapi ia tidak boleh mendekatimu, karena ia tidak halal untukmu”. Lanjut Rosulullah. (Bentuk belas kasih tanpa melanggar syariat)

Zainab menjawab: “Baik Wahai Rosulullah” (Taat) Zainab berkata kepada Abul Ash: “Apakah perpisahan kita terasa berat untukmu?”. “Apakah engkau mau masuk islam dan tinggal bersama di sini?”.(Cinta dan harapan)

Abul Ash menjawab: “Tidak”. Abul Ash kemudian mengambil harta dagangannya dan kembali ke Makkah.Sesampainya di Makkah, Abul Ash berkata: “Wahai penduduk Makkah, ini adalah uang milik kalian. Masihkah ada sisa tanggungan yang dibebankan kepadaku?”. (Amanah)

Semoga engkau dibalas dengan baik, dan engkau sudah memenuhi tanggunganmu dengan baik”. Jawab penduduk Makkah. Abul Ash kemudian berkata: “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallohu Wa-Asyhadu Anna Muhammadar Rosulullah”.Setelah itu, Abul Ash datang ke Madinah. Abul Ash sampai di Madinah menjelang pagi hari, kemudian menghadap kepada Rosululloh dan berkata:”Wahai Rosulullah, kemarin engkau melindungi diriku, dan sekarang aku datang dengan mengucapkan: “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallohu Wa-Asyhadu Anna Muhammadar Rosulullah“.

Abul Ash berkata: “Wahai Rosulullah, bolehkah saya kembali lagi kepada Zainab?”.(Cinta yang dalam)

Rosulullah kemudian membawa Abul Ash ke rumah Zainab. Setelah mengetuk pintu, Rosulullah bersabda: “Wahai Zainab, sepupumu datang kepadaku dan meminta izin kepadaku untuk kembali kepadamu, apakah engkau menerimanya?” Zainab tersipu malu dan tersenyum menerima kembali Abul Ash sebagai suaminya. Setelah kejadian ini, setahun kemudian Zainab meninggal dunia. Abul Ash menangis sedih karena ditinggal wafat Zainab. Rosulullah pun membelai Abul Ash dan menenangkannya. Abul Ash berkata: “Wahai Rosulullah, sekarang aku tidak mampu bertahan hidup tanpa didampingi oleh Zainab” Dan Abul Ash pun wafat menyusul istrinya setahun kemudian.

Tweet beliau ini berdasarkan cerita di YouTube dalam bahasa Arab yang bisa disimak dibawah ini

Sumber Gambar Salih Altuntaş from Pixabay

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *