Hancur Tersapu Banjir, Pokdarwis Watu Tumpeng Bangun Wisata Alam Berbasis Konservasi

Playen, (kupass.com)–Banjir akibat badai Cempaka yang terjadi pada tahun 2017 lalu membuat beberapa kawasan wisata mengalami kerusakan. Salah yang terkena dampak tersebut adalah kawasan wisata alam disepanjang sungai Oya. Beberapa obyek wisata mengalami kerusakan yang cukup parah akibat terjangan banjir tak terkecuali obyek wisata Watu Tumpeng dan Watu Layah.

Watu Tumpeng
Watu Tumpeng

Watu Tumpeng terletak dikawasan jembatan Getas Kalurahan Getas, Kepanewon Playen ini semuka menjual keindahan alam berupa river tubing kepada wisatawan. Namun walaupun sempat ramai dikunjungi wisatawan, harapan untuk mengembangkan kawasan wisata ini pupus setelah banjir Badai Cempaka tahun 2017 menghanyutkan sekretariat Pokdarwis dan sarana prasarana yang telah dibangun.

“Semua hanyut, bangunan sekretariat, mck yang kami bangun hanya tersisa closet, “kata salah satu perintis obyek wisata Watu Tumpeng dan Watu Layah Supancar (42), Sabtu (24/10/2020).

Dia mebambahkan, sebelum terkena banjir pemasukan dari wisatawan yang datang dan berkunjung ke Watu Tumpeng waktu itu cukup banyak. Bahkan dalam sehari waktu libur Sabtu dan Minggu Pokdarwis mendapatkan Rp 2 sampai Rp 3 juta.

“Kalau libur hari besar bisa mencapai Rp 5 juta,”tambahnya.

Manisnya kue hasil dari obyek wisata Watu Tumpeng dan Watu Layah juga sempat dirasakan oleh warga masyarakat setempat. Perputaran ekonomi masyarakat meningkat tajam, selain itu lapangan kerja untuk pemuda setempat juga terbuka lebar.

“Atusias dan apresiasi dari warga masyarakat kala itu membuat kami semakin bersemangat,”terangnya.

Pasca terjadinya banjir, kini obyek wisata Watu Tumpeng dan Watu Layah dapat dibilang mati suri.

Pasca banjir yang menghanyutkan semua fasilitas penunjang wisata membuat pengelola wisata mati suri. Hal tersebut membuat Pokdarwis Watu Tumpeng dan Watu Layah sekaligur perintisnya melakukan perbincangan dengan beberapa pihak. Semangat mereka kembali tumbuh setelah mendapatkan dukungan dari komunitas resan Gunungkidul.

“Ada banyak hal bisa dijadikan pembelajaran dari kejadian banjir besar tahun 2017 lalu. Kami berencana menciptakan sebuah kawasan wisata yang saling mendukung dengan ide wisata berbasis edukasi dan konservasi,”imbuhnya.

Menurut Supanca saat ini bersama perintis lain tengah membangun sebuah kawasan wisata terpadu, yakni masyarakat tidak serta merta menjual dan mengeksploitasi alam untuk daya tarik wisata, namun sekaligus menciptakan sebuah wisata berkelanjutan.

“Kedepan bisa mengagendakan program konservasi satwa, terutama burung. Ini akan menjadi sebuah daya tarik tersendiri bagi sebuah kawasan wisata,”imbuhnya.

Perlahan-lahan semangat Pokdarwis untuk merintis wisata kembali bangkit. Kegiatan konservasi Sungai Oya mulai bergaung di wilayah Kalurahan Getas, khususnya di sekitar obyek wisata Watu Tumpeng Watu Layah dan beberapa sumber air yang alirannya mendukung Sungai Oya. Penanaman pohon mulai digalakkan.

“Walaupun program ini tidak langsung bisa kita rasakan manfaatnya, semoga kelak generasi berikutnya yang akan memetik hasilnya. Paling tidak ini upaya kita bersama untuk menjaga sungai, menjaga air,” tambah Wiyono (64), salah satu sesepuh Pokdarwis.

Aksi konservasi Sungau Oya yang dilakukan oleh Pokdarwis Watu Tumpeng dan Watu Layah tentu bukan tanpa alasan. Boomingnya wisata Gunungkidul memunculkan obyek-obyek wisata baru. Rata-rata hanya sekedar ‘menjual alam’ sebagai daya tariknya seperti yang pernah mereka lakukan. Kejadian banjir besar 2017 merupakan bahan pembelajaran bagi pengelola untuk menata obyek wisata kembali.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *