Menjauhi Praktek Kesyirikan di Bulan Muharram

Wonosari, (kupass.com)–Bulan Muharram atau masyarakat Jawa menyebutnya sebagai Wulan Suro diidentikan dengan bulan yang sakral atau keramat. Muharram berasal dari kata diharamkan atau dipantang yaitu dilarang melakukan peperangan atau pertumpahan darah. Khususnya umat Islam pada bulan Muharram dianjurkan untuk menjalankan ibadah Sunnah dengan cara berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram.

Namun demikian justru sebagaian manusia melakukan berbagai macam perbuatan kemaksiatan. Perbuatan maksiat dengan segala macam bentuknya menjadi sesuatu yang sangat lumrah dan biasa untuk dilakukan. Salah satunya adalah termasuk perbuatan maksiat yang paling berbahaya, dosa besar yang paling besar, dan kezaliman yang paling zalim, yakni perbuatan syirik.

Images (52)
Praktek – praktek tersebut nyata dan marak terjadi tak terkecuali di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Tradisi seperti larung sesaji sebagai bentuk persembahan kepada Nyi Roro Kidul yang dipercaya sebagai pengatur ombak laut selatan. Memberikan sesaji secara khusus kepada batu atau pohon resan yang dianggap penunggu Kampung, bahkan mempercayainya sebagai pemberi rezeki adalah bentuk kesyirikan nyata.

“Kesibukan kepada duniawi menjadikan sebagian besar umat manusia tidak peduli lagi dengan urusan agamanya. Banyak perintah – perintah Allah SWT tidak dilaksanakan hingga berbagai macam perbuatan maksiat seringkali dilakukan,”ujar Pengasuh Pondok Pesantren Modern Dharul Koir Kepanewon Nglipar Arif Darmawan.

Pria yang seringkali disapa Ustad Arda itu secara gamblang menegaskan bahwa dalil yang wajib digunakan oleh umat Islam tertuang dalam Quran Surat Al Fatihah. Surat yang wajib dibaca setiap melaksanakan sholat ini jelas sebagai pedoman untuk menghindari praktek syirik.

“Ayat kelima jelas yakni Iyya kanakbudu waiyya kanastain (Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan). Pada setiap zaman pasti akan terus terjadi kesyirikan termasuk saat ini, dan syirik hasil tipu daya iblis ini dikemas dalam bentuk ritual yang seharusnya tidak perlu untuk dilestarikan, “tandasnya.

Arif mengajak kepada warga masyarakat khususnya umat Islam agar pada bulan Muharram ini agar senantiasa meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. Cara meningkatkan keimanan dan ketaqwaan pun dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya yakni puasa sunnah 9 dan 10 Muharram, memperbanyak sedekah dan bersilaturohmi.

“Kita hindari perbuatan – perbuatan yang mengarah kepada larangan agama dan dosa – dosa besar,”terangnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *